Berlangganan

Inilah 5 Pesan Cinta untuk Para Millennial





Inilah 5 Pesan Cinta untuk Para Millennial
Generasi Millenial melalui https://www.linkedin.com/pulse/you-completely-misunderstanding-millennials-kevin-varadian

Millennial? Hm.

Jika kalian lumayan giat mengulik-ngulik rujukan perihal pengembangan diri, tentunya telah tidak asing lagi dengan pembahasan perihal keturunan millennial alias biasa dibilang dengan Gen Y.

Ya, terminologi ini dipakai untuk memanggil kalian serta aku dalam konteks pengelompokan keturunan (Traditionalists, Baby Boomers, Gen X, Millennials (Gen Y), serta Gen 2020 (Gen Z) – Harvard Business Review, 2009).

Layaknya teori, sebetulnya tidak ada kompromi yang sewenang-wenang perihal pengelompokan generasi, tergolong ketetapan utama perihal periode kapan dimulai serta selesainya tiap grup generasi. Untuk Gen Y seorang diri pun demikian. Akan- tetapi beberapa rujukan mengatakan faktor yang sama, sebenarnya periode keturunan ini berada dalam rentang tahun 1980-2000-an.

Kamu serta aku tentu berkenan sebenarnya tiap keturunan berhadapan dengan era yang tidak sama, yang dibangkit atas susunan kejadian serta tantangan yang tidak sama pula di setiap zamannya. Menjadi sebuah faktor yang wajar andaikan antara satu keturunan dengan keturunan yang lain mempunyai pola karakterteristik yang tidak sama.

Mungkin tidak jarang andaikan kami sempat mengeluarkan selentingan yang bernada mengadili sifat keturunan yang tidak sama dengan kita. Alias bahkan bisa jadi sebaliknya, tidak jarang kalian serta aku mendengarkan label eklusif (bisa positif dan juga negatif) yang dilekatkan pada diri kami sebagai wujud generalisasi atas pandangan mereka terhadap keturunan kita. Walaupun pada dasarnya, apa yang dipersepsikan pihak eksternal terlalu bergantung dengan apa yang kami lakukan sebagai individu, sebagai pribadi, enggak generalisasi atas segrup keturunan eklusif.

    “Anak muda zaman kini bener-bener ya spiritnya. Kalo udah pengen A, ya harus A”

   

    “Duh, ni anak kalo udah pengen sesuatu, kekeh deh. Keras kepala. Maunya sendiri!”



Tidak ada yang salah dengan persepsi. Menjadi faktor yang wajar tatkala orang-orang memwujud pandangan atas info yang mereka terima. Jadi, sah-sah saja tatkala diri kami dipersepsikan oleh mereka yang tidak sama generasi, sesuai dengan latar belakang serta pengalaman yang mereka telah jalani. Terkadang pergesekan tidak terhindarkan sebagai tahap  dari adanya disparitas. Tapi andaikan kami bisa memaknai dengan lebih positif, bukankah disparitas ini membikin kami bisa saling mememadaii satu sama lain untuk menggapai sukses bersama? Bagi kami yang telah mencicipi bumi kerja, kecakapan untuk bekerja sama antar keturunan menjadi faktor utama untuk dimiliki. Lumayan lumayan banyak pelajaran yang bisa kami petik dari keturunan lain, begitu pula sebaliknya.

Tidak jarang aku menemukan beberapa bahasan bernada sinis dalam mempersepsikan Gen Y. Tapi konfidenlah, maksudnya bisa jadi baik.

Sah-sah saja andaikan kami mempunyai pandangan atas diri kami sendiri. Akan- tetapi, harus diakui sebenarnya evaluasi objektif biasanya berasal dari luar diri. Berkenan kan kalau'  berani mendapat masukan merupakan tahap  dari proses pendewasaan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik?

Beberapa faktor ini merupakan beberapa pesan dari mentor-mentor saya, sebagai bukti kasihsayang keturunan mereka (Gen X) pada keturunan kami (Gen Y):
1. Menghargai serta Mencintai Proses

Hargai Proses untuk Menggapai Sukses melalui http://www.slideberbagi.net/welfordla/inspiring-innovation-hslu-tedx-event-resilience-key-to-successful-innovation-38300161

Bersyukurlah kami dianugerahi segala kemudahan yang menopang hidup di era ini. Mengawali dengan dari semata-mata ingin bertegur sapa dengan saudara lama, mencari jurnal-jurnal internasional sebagai bahan rujukan skripsi, alias bahkan mentransfer software untuk mengawini ke perusahaan cita-cita, semua tinggal klik. Bahkan untuk faktor sesederhana sejenis saat kelaparan di tengah malam, kami tinggal buka software di device. Seluruhnya ada tersaji untuk kita. Andaikan boleh dikatakan, di era ini, satu-satunya tantangan yang harus kami lawan untuk menggapai cita-cita merupakan diri kami sendiri. Masalah tekad, masalah kerja keras, serta usaha.

Segala kemudahan ini nyatanya berimplikasi pada tutorial kami mempersepsikan hasil. Gen Y mempunyai kecenderungan untuk memandang hasil pekerjaan berbuntut mendadak serta keinginan untuk memperoleh pengembangan yang cepat. Melansir dari artikel di website TIME, pada sebuah pengawasan terdapat sebenarnya 40% Gen Y merasa butuh mendapat promosi seusai 2 tahun bekerja. Gen Y biasanya ingin karir yang menjanjikan serta instan.

Gimana menurutmu?

    “There is no elevator to success. You have to take the stairs” –Zig Ziglar

Kemajuan teknologi bisa jadi telah menolong kami untuk bisa koneksi info serta pengetahuan apapun yang ingin kami pelajari. Akan- tetapi, sukses enggak hanya masalah seberapa lumayan banyak pengetahuan yang kami miliki. Tapi juga jumlah total dari pengetahuan serta pelajaran yang kami peroleh dari pengalaman.  Nikmati prosesnya, petik tiap pelajaran di balik pengalaman, serta berdirilah dengan lebih mantap dengan bekal-bekal tersebut. Soft skills eklusif akan- kami bisakan seiring dengan perjalanan serta proses yang kami tempuh.

Bukan, enggak bermakna kami tidak bisa cepat berhasil. Tapi andaikan kami konfiden sebenarnya sukses butuh proses dipastikan kami tidak akan- gampang  menyerah tatkala dihadapi dengan tantangan dalam wujud apapun.

2. Memandang Masukan sebagai Bekal untuk Meraih Tujuan

Masukan dari Person Lain Butuh Dilihat Sebagai Bekal Menuju Sukses melalui http://esl.about.com/od/grammarstructures/a/f_advice.htm

Di usia ini rasanya kami punya tenaga berlebih untuk mengerjakan semua faktor yang kami mau serta menggapai apapun yang kami inginkan. Terlebih, kami bisa koneksi info apapun yang kami butuhkan. Faktor ini kerap mempengaruhi tutorial kami memandang diri sendiri. Harus diakui sebenarnya adakalanya kalian serta aku kerap merasa serba tahu (sok tahu, red). Andaikan mencuplik apa yang dipaparkan oleh artikel yang dipublikasikan di website TIME, kami sering dididik dengan pendekatan yang “hangat”. Kami konfiden sebenarnya setiap person merupakan luar biasa, tergolong diri kita. Kami konfiden sebenarnya kami pantas memperoleh apapun untuk setiap yang kami lakukan (bukan andaikan sangatlah mempunyai implikasi besar). Kami ingin rutin terjerumus serta dilibatkan dalam hal-hal yang mempunyai resiko nyata. Ya, kami seolah-olah butuh akreditasi atas apapun yang kami lakukan. Bener nggak?

Wajar rasanya andaikan kritik terkadang terasa pedas untuk kita. Mesikipun sebetulnya bersifat konstruktif untuk perubahan diri kami sendiri.

“Millennials have not been given a lot of bad news about their kemampuannce on anything”, dikutip dari artikel yang dipublikasikan oleh Bloomberg Business yang berjudul Can Millenials Handle Crticism?

Realitanya, kritik merupakan makanan bagi para juara. Tidak siap mendapat kritik bermakna tidak siap menjadi juara. Kami bisa jadi tidak sespesial yang sempat kami bayangkan. Serta laporan baiknya, andaikan merasa demikian, kami akan- terus belajar untuk membenahi diri. Serta dalam hidup nyata, hanya pemenang yang memperoleh piala. Jadi, tidak boleh cengeng!

Jadikan kritik sebagai amunisi kami untuk lebih spirit membenahi diri dari waktu ke waktu.

3. Pengalaman Masih Guru Paling Berharga

Belajar dari Person Yang Lebih Berpengalaman merupakan Modal Lebih melalui http://www.gll-getalife.com/get-success/entry/how-to-get-a-mentor

Informasi apa yang tidak bisa kami bisakan di era internet ini? Tidak lebih dari 1 menit, hanya dengan menjentikan jari di atas permukaan device, kami bisa bisa info apapun yang kami mau. Ya, rasanya tidak mustahil untuk bisa belajar apapun sendiri. Faktor ini yang mendukung kami untuk menjadi pribadi yang mandiri.

Tetapi nyatanya, untuk bisa menopang perubahan kami lebih baik lagi, belajar dari orang-orang yang telah lebih berpengalaman dari kami bisa menjadi modal lebih. Sempat dengan istilah mentor? Mentor bisa memberi kami lumayan banyak ilmu perihal pengalaman, yang bisa jadi tidak bisa kami pelajari seorang diri dari alat-alat apapun. Ya, pengalaman tentu mempunyai konteks yang beragam. Perkaya ilmu kami dengan belajar dari pengalaman person lain. Enggak mustahil andaikan pengalaman yang telah dilewati bisa menjadi kunci yang bisa diaktualisasikan untuk meraih berhasil. Alias bisa jadi juga, pengalaman kebatalan bisa menjadi pelajaran berharga untuk melewati perjalanan kita.

Tidak hanya bisa belajar dari pengalaman person lain yang telah berpengalaman, mentor bisa menolong kami menunjukkan kekuatan diri serta memberi masukan konstruktif untuk area-area dalam diri yang butuh untuk dikembangkan. Kami tentu punya orang-orang yang kami kagumi, telah sukses di sektor yang kami sukai serta sebagainya. Bisa jadi person itu merupakan atasan kami seorang diri alias salah satu rekan-rekan direksi di letak kami bekerja. Bersikaplah proaktif untuk mengkomunikasikan goal serta niat kita. Serta tidak boleh lalai untuk senantiasa menjaga tanggung jawab pada hal-hal yang kami sepakati bersama mentor. Jaga kekonfidenannya.

Jangan sungkan juga untuk mempromosikan mentor kami bantuan apapun andaikan diperlukan untuk membangkit interaksi yang suportif. Lakukan dengan tulus.

Bukan tidak bisa jadi andaikan mentoring ini juga bisa menjadi gerbang awal bagi kami untuk memperoleh peluang lebih lumayan banyak untuk meningkat di area yang ingin kami konsentrasikan.

4. Mempunyai Perencanaan Finansial

Gaji pertama! melalui https://sillywittyworld.wordpress.com/2015/07/05/9-things-you-can-never-forget-in-your-life-2/

Muda serta mendiri dengan cara finansial. Kalian hebat! Beberapa peluang untuk menjadi mandiri dalam faktor finansial telah kami kegunaankan dengan baik. Ada yang memilih bekerja sebagai praktisi di perusahaan, menjadi entrepreneur, serta sebagainya. Alangkah membahagiakan rasanya andaikan kami ingat saat pertama-tama kami telah mengawali dengan bisa pendapatan seorang diri serta mengawali dengan mendanai keperluan hidup kami seorang diri alias bahkan mengawali dengan menolong finansial person tua.

Euforia mempunyai pendapatan seorang diri untuk pertama kalinya bisa jadi tidak terlupakan. Untuk apa saja kami pakai ya waktu itu?

    "Hm, untuk apa aja ya biasanya dipake"

Menikmati hasil jerih payah seorang diri sah-sah saja. Ngopi, makan di restoran fancy, nonton, beli baju baru alias sepatu keren di IG. Seluruhnya sah. Tapi bukankah lebih baik andaikan punya perencanaan di awal perihal alokasi pembelanjaan kita?

Setiap memperoleh pendapatan tidak ada salahnya andaikan kami mengawali dengan mencoba untuk membikin alokasi-alokasi khusus untuk pengeluaran. Tentukan dana yang akan- dialokasikan untuk tabungan (sebaiknya ini alokasi pertama yang ditetapkan), lalu alokasi-alokasi lain yang sesuai dengan gaya hidup kami masing-masing. Bisa jadi ada yang harus mengeluarkan uang untuk cicilan mobil alias kediaman tiap bulan, beramal untuk aktivitas sosial, membayar internet, nge-gym, alias sebagainya. Alokasikan uang untuk hiburan juga sah-sah saja. Tidak boleh hingga lalai menikmati hasil jerih payah kami sendiri. Berbagi reward atas kerja keras yang telah kami lakukan.

Tapi, pastikan kami meletakkan tanggung jawab pada alokasi yang telah dibuat. Kalau' alokasi untuk belanja telah habis, tahan dulu untuk tidak membeli sepatu keren yang wara-wiri di Instagram.

Masalah kebudayaan menabung, membikin tabungan rencana juga tidak ada salahnya dicoba untuk mempermudah kami mengalokasikan tabungan. Kegunaankan prasarana tabungan rencana untuk mentransfer uang dengan cara autodebet dari tabungan kami tiap bulannya ke tabungan tabungan. Jadi mau menolak kami akan- menabung setiap bulannya.

Mencanangkan sasaran yang spesifik juga bisa dicoba untuk memberbagi motivasi yang lebih tinggi untuk menabung. Contohnya sasaran kami untuk menyiapkan pernikahkan 3-4 tahun lagi alias mendanai ibu bapak haji 2 tahun lagi. Semua tentu punya sasaran hidup yang beda-beda.

Selain menabung, belajar  lebih dalam perihal ilmu menanam modal akan- terlalu berguna. Melek menanam modal di usia muda bisa memberbagi kami peluang-peluang baru untuk memanage (baca: memenej) finansial dengan lebih baik.













5. Memadankan Diri dengan Person Lain Enggak Ide Keren

Social Alat-alat or Stressful Media? melalui http://www.boldsky.com/health/wellness/2012/avoid-social-media-stress-029436.html

Perkembangan teknologi membikin aksesibilitas info terus baik. Tidak jarang malah Info yang berlomba-lomba menghadiri kami jadi kami yang dituntut untuk memilah-milah mana yang butuh serta tidak butuh. Aksesibilitas ini memudarkan sekat-sekat ruang. Info perihal hidup pribadi siapapun bisa kami tengok andaikan kami tertarik.

Social media, contohnya. Siapa yang tidak sempat tergoda untuk  menengok hidup person lain di social alat-alat (kepo, Red)? Hm. Dulu, hidup person tuamu yang gemilang bisa jadi akan- jadi selintingan di antara kawan-kawannya. Tapi mereka tidak akan- sempat tau apa yang sebetulnya terjadi dengan person tuamu.

Akan tetapi sekarang, social alat-alat membikin seluruhnya lebih terbuka. Kalian bisa dengan bangga berbagi gambar saat mendapat apresiasi kejuaraan internasional alias bisa jadi semata-mata berbagi gambar liburan musim panas. Sangatlah tidak ada yang salah dengan ini.

Berita baiknya, inspirasi positif bisa lebih gampang  tersebar serta menular terhadap person lain di ruang publik. Yang penting untuk diingat hanyalah, pada esensinya kami mempunyai kecenderungan untuk hanya menyajikan berita-berita positif perihal hidup kita. Masalah kegemilangan, ketersanjungan, kehangatan. Konfidenlah, semua akan- terkesan lebih hijau.

Mereka bisa jadi tidak sempat tahu sebenarnya kami juga sama dengan mereka, sempat mengalami putus harapan, kegelisahan, jatuh, serta drama-drama lain dalam hidup yang tidak terhindarkan.

Konsentrasi saja dengan apa yang kami lakukan. Melaksanakan yang paling baik sesuai dengan sasaran kita. Tidak ada yang salah dengan konsumsi social media. Tutorial kami bersikap (contohnya dengan tidak membanding-bandingkan diri dengan person lain) merupakan opsi bijaksana yang bisa kami ambil saat mengenakan social media.