Berlangganan

sebuah Cerita: Ketika Kau Yang Memutuskan Untuk Pergi, Ku Harap Kau Tak Pernah Kembali





“Katanya, setiap person berhak menerimakan peluang kedua. Tapi bukankah andaikan memberbagi satu peluang akan- ada permintaan peluang lainnya lagi, lagi, serta lagi? Serta harus rutin menyiapkan hati untuk akhir yang menyenangkan, menyedihkan, tersanjung ataupun sedih.”
sebuah Cerita: Ketika Kau Yang Memutuskan Untuk Pergi, Ku Harap Kau Tak Pernah Kembali
via http://galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2015/11/Ketika_Cinta_Bertepuk_Sebelah_Tangan___-440x250.jpg&imgrefurl=http://galeribukujakarta.com/artikel/&h=250&w=440&tbnid=fkSdMJoGr2PXEM:&docid=MTbGtDbhowpjaM&ei=Ys9RVqnUJMbS0ASL2KegDw&tbm=isch&ved=0ahUKEwipjcmVnaTJAhVGKZQKHQvsCfQ4ZBAzCC8oLDAs

Aku yang tidak sempurna sempat memimpikan menjadi sempurna andaikan denganmu.

Kau yang ku kira menjanjikan era depan memilih berubah pikiran.

Kau yang ku pikir dapat membikinku tersanjung nyatanya membikinku sedih.

Ketika kau pergi, saya belum dapat sangatlah pergi. Saya tetap menantikan, siapa tau kau akan- kembali. Saya sangatlah tetap menginginkanmu.

Ku akui saya terbukti egois. Saya rutin mengupayakan interaksi ini supaya kami tidak berpisah. Beberapa tutorial ku pakai untuk menahanmu supaya tetap disisiku. Lebih lebih seringkali, saya mengajakmu untuk membenahi sekalipun kau sejenis tidak ada niatan. Sewajibnya saya insaf kalau' ini terbukti telah tidak dapat dipaksakan.

Tak sedikit kawan-kawan yang rutin mengenang tapi tidak sempat ku hiraukan. Saya tetap ingin kau, kau, serta saya selamanya. Kau boleh berpendapat saya merupakan perempuan yang bodoh, tolol, tidak tau diri alias apapun itu.

Maukah sebentar saja kau mempertimbangkan perasaanku? Gimana sakitnya berada diposisiku? Dapatkah kau bayangkan gimana terlukanya saya saat kau memilih untuk mengakhiri? Kepastianmu yang pendek berhasil memberbagi resiko yang dahsyat. Hampir terdengar sejenis kutukan.

Hei, interaksi kami ini tidak sebentar sayang. Itu yang rutin saya pertimbangkan. Coba pikirkan dua kali. Saya juga dapat menerimakan yang lebih darimu kalau' saya mau. Sayangnya saya menolak melaksanakan itu. Kau telah lumayan bagiku. Sekali lagi, nyatanya kau memilih untuk meninggalkan ku. Tidak cukupkah saya yang memberikan jaminan ketersanjunganmu?

Lihatlah, saya yang rutin berusaha mengupayakan ‘kita’ hingga sejauh ini, pada akhirnya kau sia-siakan.  Semua yang ku lakukan sejenis tidak ada artinya untukmu, tidak berbekas, bahkan tidak ada gunanya dimatamu. Siapa yang lebih individualis diantara kita?

Baiklah, kalau' kau yang memilih untuk ini. Saya akan- berdamai dengan emosiku.

Aku tidak kan mengharapmu kembali. Sebab tatkala kau kembali saya nggak percaya dapat sembuh kalau' hingga harus patah hati lagi.